CTQQ.Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi PKS, Rafli, mengusulkan ganja menjadi komoditas ekspor Indonesia. Menurutnya, stigma ganja berbahaya hanyalah konspirasi global.
Dia mengatakan ganja dapat memenuhi kebutuhan farmasi. Apalagi ganja ini tumbuhan yang mudah ditanam dan tumbuh di Aceh.
"Jadi ganja ini ini adalah konspirasi global dibuat ganja nomor satu bahayanya. Narkotika yang lain dibuat nomor sekian-sekian padahal yang yang paling sewot dan gila sekarang masuk penjara itu bukan orang ganja. Orang yang pakai sabu bunuh neneknya pakai ekstasi segala macam," kata Rafli saat rapat di Komisi VI DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1).
Dia menyarankan Aceh sebagai pusat budidaya ganja. Dia pun sudah memetakan daerah yang bagus untuk budidaya ganja.
"Jadi pak ganja ini bagaimana kita jadikan komoditas yang ekspor yang bagus. Jadi kita buat lokasinya. Saya bisa kasih nanti daerahnya di mana," kata Rafli.
Namun, Rafli mengakui wacana ini terbentur masalah regulasi. Ganja merupakan narkotika golongan satu yang jual belinya dilarang.
"Nah itu pak ini memang regulasinya (ganja). Kita ini sebenarnya, menurut saya, kita Indonesia memang menjadi seperti laboratorium eksperimen orang-orang dunia. Eksperimen jadi tidak ada kekuatan kultural kekuatan tradisional kekuatan batin. Ini yang tidak kita munculkan," jelasnya.
Kemenkes: Belum Ada Penelitian Ganja Bisa untuk Pengobatan dan Medis
Staf Khusus Menteri Bidang Peningkatan Pelayanan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Prof Akmal Taher bicara soal kontroversi penggunaan tanaman ganja untuk medis atau pengobatan. Diakuinya, penggunaan ganja dalam dunia kesehatan masih kontroversi.
"Itu masih kontroversi. Masih ada yang bilang iya, ada yang bilang tidak. Tapi sampai sekarang penggunaan belum bisa kita atasi. Kita tidak akan memakai itu untuk sebagai pengobatan yang resmi," kata Taher saat ditemui di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (4/8) sore.
Taher menjelaskan, belum ada hasil penelitian yang benar-benar menyakinkan bahwa ganja bisa digunakan sebagai obat atau medis. Karena syarat untuk bisa digunakan sebagai obat, harus dikaji efeknya bagi tubuh.
"Belum ada penelitian yang betul-betul menyakinkan bahwa itu (Ganja) bisa dipakai. Pertama (dihitung) sehat efeknya. Kalau sehat efeknya sudah terbukti bagus, baru kita cerita tentang khasiat. Itu yang masih kontroversi," imbuhnya.
Disinggung soal beberapa negara yang telah melegalkan ganja untuk medis, Taher hanya menyampaikan bahwa Indonesia belum mempunyai data penelitian sendiri. Sehingga tidak menggunakan ganja sebagai obat.
"Selama kita belum punya data sendiri kita belum berani. Kecuali kalau obat itu satunya-satunya obat buat satu macam penyakit kita lebih cepat ngambil. Tapi kalau masalah alternatif lain. Kemudian kita belum bisa membatasi bagaimana cara penggunaannya dan sebagainya. Kita belum pakai," jelasnya.
Taher juga menegaskan, untuk menggunakan ganja sebagai pengobatan dan medis, harus ada kerja sama profesi untuk melihat khasiatnya.
"Kalau kementerian kesehatan sendiri tidak bisa cuma melihat data dari luar kemudian memakai di sini, tidak bisa. Kecuali emergency tidak ada obat lain satu-satunya (Ganja) baru kita lebih cepat," ujarnya.
Dia mengatakan ganja dapat memenuhi kebutuhan farmasi. Apalagi ganja ini tumbuhan yang mudah ditanam dan tumbuh di Aceh.
"Jadi ganja ini ini adalah konspirasi global dibuat ganja nomor satu bahayanya. Narkotika yang lain dibuat nomor sekian-sekian padahal yang yang paling sewot dan gila sekarang masuk penjara itu bukan orang ganja. Orang yang pakai sabu bunuh neneknya pakai ekstasi segala macam," kata Rafli saat rapat di Komisi VI DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1).
Dia menyarankan Aceh sebagai pusat budidaya ganja. Dia pun sudah memetakan daerah yang bagus untuk budidaya ganja.
"Jadi pak ganja ini bagaimana kita jadikan komoditas yang ekspor yang bagus. Jadi kita buat lokasinya. Saya bisa kasih nanti daerahnya di mana," kata Rafli.
Namun, Rafli mengakui wacana ini terbentur masalah regulasi. Ganja merupakan narkotika golongan satu yang jual belinya dilarang.
"Nah itu pak ini memang regulasinya (ganja). Kita ini sebenarnya, menurut saya, kita Indonesia memang menjadi seperti laboratorium eksperimen orang-orang dunia. Eksperimen jadi tidak ada kekuatan kultural kekuatan tradisional kekuatan batin. Ini yang tidak kita munculkan," jelasnya.
Kemenkes: Belum Ada Penelitian Ganja Bisa untuk Pengobatan dan Medis
Staf Khusus Menteri Bidang Peningkatan Pelayanan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Prof Akmal Taher bicara soal kontroversi penggunaan tanaman ganja untuk medis atau pengobatan. Diakuinya, penggunaan ganja dalam dunia kesehatan masih kontroversi.
"Itu masih kontroversi. Masih ada yang bilang iya, ada yang bilang tidak. Tapi sampai sekarang penggunaan belum bisa kita atasi. Kita tidak akan memakai itu untuk sebagai pengobatan yang resmi," kata Taher saat ditemui di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (4/8) sore.
Taher menjelaskan, belum ada hasil penelitian yang benar-benar menyakinkan bahwa ganja bisa digunakan sebagai obat atau medis. Karena syarat untuk bisa digunakan sebagai obat, harus dikaji efeknya bagi tubuh.
"Belum ada penelitian yang betul-betul menyakinkan bahwa itu (Ganja) bisa dipakai. Pertama (dihitung) sehat efeknya. Kalau sehat efeknya sudah terbukti bagus, baru kita cerita tentang khasiat. Itu yang masih kontroversi," imbuhnya.
Disinggung soal beberapa negara yang telah melegalkan ganja untuk medis, Taher hanya menyampaikan bahwa Indonesia belum mempunyai data penelitian sendiri. Sehingga tidak menggunakan ganja sebagai obat.
"Selama kita belum punya data sendiri kita belum berani. Kecuali kalau obat itu satunya-satunya obat buat satu macam penyakit kita lebih cepat ngambil. Tapi kalau masalah alternatif lain. Kemudian kita belum bisa membatasi bagaimana cara penggunaannya dan sebagainya. Kita belum pakai," jelasnya.
Taher juga menegaskan, untuk menggunakan ganja sebagai pengobatan dan medis, harus ada kerja sama profesi untuk melihat khasiatnya.
"Kalau kementerian kesehatan sendiri tidak bisa cuma melihat data dari luar kemudian memakai di sini, tidak bisa. Kecuali emergency tidak ada obat lain satu-satunya (Ganja) baru kita lebih cepat," ujarnya.